Kisah Sahabat Tufail ad-Dausi R.A. — Asbābul Hidayah bagi Abu Hurairah R.A.
Sahabat Tufail bin ‘Amr ad-Dausi R.A. adalah seorang pemimpin, penyair, sekaligus tokoh terpandang dari kabilah Daus yang tinggal di wilayah Yaman. Karena kedudukannya, setiap kali ia datang ke Makkah, para pembesar Quraisy sangat memperhatikannya. Suatu hari, ketika ia mengunjungi Kota Makkah pada masa awal dakwah Nabi Muhammad SAW, para pemuka Quraisy menemuinya dan memperingatkannya agar tidak mendengarkan “mantra” dan “sihir” dari Nabi Muhammad SAW. Mereka menggambarkan Nabi dengan bahasa menakut-nakuti dan penuh fitnah, hingga Tufail merasa khawatir.
Begitu takutnya ia terpengaruh, Tufail bahkan menutup telinganya dengan kapas agar tidak mendengar lantunan ayat Al-Qur'an dari lisan Rasulullah SAW. Namun Allah memiliki rencana lain. Ketika Tufail berada di dekat Ka’bah, ia mendengar samar-samar bacaan yang begitu indah dan menyentuh hati. Ia berhenti sejenak dan berkata pada dirinya, “Aku adalah penyair. Aku tahu mana kata-kata indah dan mana sihir. Mengapa aku harus takut mendengar?” Ia pun melepas kapas dari telinganya dan mendekati Rasulullah SAW.
Ketika mendengar ayat-ayat Al-Qur’an secara langsung, Tufail merasakan ketenangan dan kebenaran yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Ia meminta Rasulullah membacakan lebih banyak ayat, dan seketika itu pula hatinya terbuka untuk memeluk Islam. Ironisnya, propaganda anti-Islam yang dibuat Quraisy justru menjadi jalan hidayah baginya.
Sahabat Tufail ad-Dausi dan Sahabat Abu Hurairah R.A.
Setelah kembali ke kaumnya, Sahabat Tufail berdakwah dengan penuh semangat. Di antara orang pertama yang menerima seruannya adalah Sahabat Abu Hurairah R.A., yang kelak menjadi sahabat mulia, ahli ibadah, dan periwayat hadis paling banyak dalam sejarah Islam. Dengan demikian, keislaman Sahabat Abu Hurairah merupakan buah dari dakwah Tufail, dan dakwah Tufail bermula dari “propaganda” Quraisy yang justru memantik rasa ingin tahunya hingga ia mendengar Al-Qur’an.
Inilah bukti bahwa hidayah Allah datang dengan cara yang kadang tak terduga. Hal-hal yang dimaksudkan untuk menjauhkan orang dari Islam justru dapat menjadi pintu masuk bagi mereka yang hatinya tulus mencari kebenaran.
Fenomena “Hujan Hidayah” di Barat: Relasi dengan Islamofobia Modern
Dalam konteks modern, fenomena serupa sering dibahas oleh para sosiolog dan peneliti agama: ketika Islam disudutkan atau dipersepsikan negatif, justru banyak orang Barat yang penasaran dan ingin mempelajarinya sendiri. Misalnya, setelah peristiwa 9/11, banyak laporan akademik dan survei komunitas yang mencatat meningkatnya minat mempelajari Islam, meningkatnya pembelian Al-Qur’an, dan bertambahnya jumlah kelas studi Islam di berbagai universitas serta masjid. Tren ini menunjukkan bahwa ketika pemberitaan negatif naik, keingintahuan masyarakat terhadap Islam juga ikut meningkat.
Fenomena ini juga terlihat di Inggris, Prancis, Jerman, dan negara-negara Eropa lainnya, di mana sebagian masyarakat kulit putih yang awalnya skeptis justru tertarik mempelajari Islam setelah melihat bahwa Islamofobia yang mereka konsumsi di media tidak sesuai dengan kenyataan perilaku Muslim di sekitar mereka. Banyak yang akhirnya masuk Islam setelah menyaksikan langsung akhlak, kebaikan, dan kedamaian dalam komunitas Muslim lokal.
Dibalik Islamofobia: Cahaya Hidayah yang Menyebar
Sejarah dan fenomena kontemporer menunjukkan pola yang sama:
Semakin besar upaya memadamkan cahaya Islam, semakin banyak orang yang justru ingin mengetahui asal cahayanya.
Hal ini sejatinya telah disampaikan Allah dalam Al-Qur’an:
“Mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (propaganda) mereka, namun Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya.”
— QS. Ash-Shaff: 8
“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik membenci.”
— QS. Ash-Shaff: 9
Islamofobia, baik di zaman Quraisy maupun di era modern, sering kali memproduksi efek berlawanan. Fitnah, pelarangan, dan kampanye ketakutan justru memunculkan rasa ingin tahu, yang membawa sebagian orang pada pembacaan, penelitian, dialog, dan pada akhirnya — hidayah. Banyak orang di Barat yang menjadi Muslim bukan karena dakwah formal, tetapi karena mencari kebenaran sendiri ketika melihat perbedaan antara propaganda dan realitas.

No comments:
Post a Comment
Thanks for your comment...I am looking forward your next visit..