Pentingnya Pesantren Mutajawilah: Minal Masjid ilal Masjid: Khurudj Fi Sabilillah

 1. Tarbiyah Imaniyyah sebagai Fondasi Hakikat Kemanusiaan

Allah menetapkan manusia sebagai asyrāful makhlūqāt (makhluk paling mulia), sebagaimana firman-Nya: Laqad karramnā banī Ādam — “Sungguh Kami telah memuliakan anak cucu Adam.”

Kemuliaan ini bukan otomatis, tetapi bersyarat: ia bergantung pada iman, ketaatan, dan pengelolaan hawa nafsu. Di sinilah tarbiyah imaniyyah menjadi kebutuhan primer.

Malaikat taat secara total, tetapi tidak memiliki hawa nafsu. Manusia diberi akal dan nafsu; ketika ia taat, derajatnya melampaui malaikat. Namun ketika iman ditinggalkan, manusia bisa jatuh lebih rendah dari binatang, karena binatang tidak diberi akal dan tanggung jawab syariat.

Tarbiyah iman berfungsi menjaga manusia tetap berada pada jalur kemuliaannya, agar potensi akal dan nafsu tidak saling menghancurkan, tetapi saling dikendalikan dalam ketaatan kepada Allah.

2. Analogi Tanah: Hakikat Jiwa Manusia dan Kebutuhan Tarbiyah

Manusia diciptakan dari tanah; karena itu jiwa manusia bersifat reaktif dan mudah dipengaruhi:

Tanah terkena panas terus → keras

Tanah terkena air terus → lembek

Tanah dibiarkan → tumbuh liar

Demikian pula hati manusia: Tanpa tarbiyah iman, hati akan keras oleh dunia, lembek oleh syahwat, atau liar oleh hawa nafsu. Tarbiyah imaniyyah berfungsi seperti petani yang mengolah tanah: membajak, menyirami, membersihkan gulma, dan menanam tanaman yang bermanfaat.

Tanpa tarbiyah:

Tumbuh rumput → sifat hewan ternak (egois, tidak peduli penderitaan orang lain).

Tumbuh ilalang → sifat buas (menyakiti demi kepentingan).

Tumbuh pohon liar dan lembab → muncul sifat ular dan kalajengking (merusak demi kesenangan).

Ini selaras dengan QS Al-A‘raf: 179, bahwa manusia yang tidak menggunakan hati, mata, dan telinga untuk iman lebih sesat daripada binatang ternak.

3. Tarbiyah Iman sebagai Jalan Keluar dari Egoisme Sosial

Fenomena “yang penting urusan saya” adalah gejala ketiadaan tarbiyah iman. Binatang ternak tetap makan meski saudaranya disembelih—tidak ada empati. Ketika manusia hidup dengan prinsip serupa, ia telah kehilangan fungsi sosial dan risalah kemanusiaannya.

Tarbiyah iman:

Menumbuhkan kepekaan sosial. Menghidupkan rasa tanggung jawab kolektif. Mengubah orientasi hidup dari self-centered menjadi Allah-centered. Inilah pintu masuk kewajiban amar ma‘ruf nahi mungkar.

4. Dua Pilihan Eksistensial Manusia: Ahsani Taqwīm atau Asfala Sāfilīn

Allah menegaskan bahwa manusia berada pada persimpangan eksistensial:

Ahsani Taqwīm (kemuliaan tertinggi). Asfala Sāfilīn (kehinaan terdalam)

Ahsani Taqwīm memiliki tiga manifestasi tarbiyah:

a. Sifat Malaikah

Dorongan kuat untuk ibadah

Cinta kepada masjid, Al-Qur’an, dzikir, dan ketaatan

Ini adalah hasil tarbiyah iman yang konsisten

b. Sifat Khalifah

Berakhlak dengan akhlak Allah (takhallaqū bi akhlāqillāh):

Rahman-Rahim → kasih sayang kepada seluruh makhluk

Al-Ghafūr → memaafkan

As-Sattār → menutup aib

Ar-Razzāq → infaq, zakat, sedekah

Sifat ini tidak lahir spontan, tetapi melalui tarbiyah iman yang berorientasi amal sosial.

c. Sifat Nubuwwah

Kita bukan nabi, tetapi mewarisi tugas kenabian, yakni:

Menyampaikan agama

Menyeru kepada Allah

Membimbing manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya

5. Amar Ma‘ruf Nahi Mungkar sebagai Buah Tarbiyah Iman

QS Ali ‘Imran: 110 menegaskan bahwa kualitas umat terbaik bukan pada identitas, tetapi pada fungsi dakwah:

Menyuruh yang makruf, mencegah yang mungkar, dan beriman kepada Allah.

Urutannya penting:

Iman yang hidup

Makruf yang diperjuangkan

Mungkar yang dicegah

Tanpa tarbiyah iman:

Dakwah menjadi reaktif, kasar, atau politis

Amar ma‘ruf kehilangan hikmah

Nahi mungkar kehilangan kasih sayang

QS Yusuf: 108 menegaskan bahwa dakwah harus dilakukan dengan bashirah (kesadaran, ilmu, dan keyakinan)—semua ini adalah produk tarbiyah iman.

6. Tarbiyah Iman dalam Sejarah Sahabat: Iman Melahirkan Keberanian dan Kepemimpinan

satu benang merah: Iman ditanam sejak muda. Tanggung jawab diberikan sejak dini. Dakwah dan jihad menjadi sarana tarbiyah lanjutan

Usamah bin Zaid menjadi panglima di usia belasan tahun bukan karena politik, tetapi karena tarbiyah iman Rasulullah ﷺ.

Mus‘ab bin ‘Umair meninggalkan kemewahan bukan karena tekanan, tetapi karena iman yang matang.

Artinya: Dakwah bukan beban tambahan, tetapi instrumen pembentuk kepribadian mukmin sejati.

7. Kesimpulan Integratif

Tarbiyah imaniyyah adalah kebutuhan eksistensial manusia, bukan sekadar kegiatan keagamaan.

Tanpa tarbiyah iman, manusia mudah jatuh pada sifat kebinatangan dan kebuasan.

Amar ma‘ruf nahi mungkar adalah buah alami iman yang hidup, bukan sekadar kewajiban formal.

Dakwah adalah sarana: Menjaga iman pribadi, Menyelamatkan masyarakat, Menunaikan amanah kenabian

Seorang Muslim yang tidak berdakwah berarti membiarkan tanah jiwanya dan jiwa umatnya ditumbuhi gulma dan ilalang.

No comments:

Post a Comment

Thanks for your comment...I am looking forward your next visit..