Kisah Perjuangan Nabi Musa A.S. dan Relevansinya dengan Zaman Modern
Nabi Musa A.S. lahir pada masa kekuasaan Fir’aun yang sangat zalim, ketika bayi-bayi laki-laki Bani Israil dibunuh karena ramalan bahwa seorang anak dari kaum tertindas itu akan menjadi sebab runtuhnya kekuasaan Fir’aun. Sebenarnya mimpi buruk itu adalah peringatan dari Allah SWT agar Fir'aun tidak berbuat aniaya.
Atas wahyu Allah, ibu Musa A.S menyusui dan merawatnya dengan penuh keimanan, lalu menghanyutkannya ke Sungai Nil atas perintah Allah SWT (QS Al Qashas ayat 7). Hal ini demi keselamatannya. Takdir Allah mengantarkan bayi Musa A.S justru ke istana Fir’aun, musuh terbesar Bani Israil. Fir’aun menyadari ancaman di balik bayi itu, namun ia tidak mampu menolak keteguhan istrinya, Asiyah, yang melarang Musa dibunuh. Sejak awal, Allah telah memperlihatkan bahwa kekuasaan sebesar apa pun tidak mampu melawan rencana-Nya.
Nabi Musa A.S tumbuh besar di lingkungan istana, menikmati pendidikan dan perlindungan penguasa yang kelak akan ia lawan. Namun jiwanya tetap berpihak pada kaum tertindas. Pada usia sekitar 18 tahun, sebuah peristiwa menjadi titik balik: Musa melihat pertikaian antara seorang Qibthi (kaum Fir’aun) dan seorang Bani Israil. Musa bermaksud melerai dengan satu pukulan, tetapi pukulan itu menyebabkan orang Qibthi meninggal dunia.


