Dialect vs. Diglossia — Simple Summary

 Dialect vs. Diglossia — Simple Summary

A dialect is a variation of a language used by people in a certain region or social group. Dialects differ in pronunciation, vocabulary, and grammar. For example, Banyumas Javanese vs. Surabaya Javanese, or British English vs. American English.

A diglossia is a social situation where two forms of a language (or two different languages) exist together in a community, but each has a different function. One form is used for formal or official purposes (high variety), while the other is used for daily casual communication (low variety). For example, Standard Indonesian for speeches and news, while everyday Indonesian or local languages for informal conversation.


Focus Difference

  • Dialect studies how language forms vary across places and groups (sounds, grammar, vocabulary).

  • Diglossia studies when, where, and why people use formal or informal language varieties in society.


Illustrative Examples

Dialect example:
Jakarta, Medan, and Makassar varieties of Indonesian sound different but have equal status; there is no formal vs informal division.

Diglossia example:
Formal Indonesian for official speeches vs. informal Indonesian/local languages for daily talk.
In Arabic societies, Modern Standard Arabic is formal, while local dialects are for everyday use.


Related Concepts Explained Simply

A. Dialect-related concepts

Sejarah munculnya World wide Web dan Sci-Hub yang Kontroversial

 


Sejarah munculnya World wide Web dan Sci-Hub yang Kontroversial

Pada awal kemunculannya, pernyataan bahwa World Wide Web was intended for free information sharing  merujuk pada visi dasar Tim Berners-Lee ketika mengembangkan World Wide Web (WWW) di CERN pada tahun 1989–1991. Berners-Lee merancang web sebagai ruang informasi global yang memungkinkan siapa pun untuk membuat, menghubungkan, dan mengakses pengetahuan tanpa hambatan teknis maupun finansial. Prinsip fundamental ini lahir dari kebutuhan komunitas ilmiah yang ingin bertukar data penelitian secara cepat, mudah, dan terbuka.

Sistem yang dikembangkan Berners-Lee—meliputi HTML, HTTP, dan URL—didesain sebagai standar terbuka yang bisa digunakan tanpa lisensi. Dengan pendekatan ini, WWW menjadi platform yang inklusif, mudah diadopsi, dan bebas biaya. Tujuannya adalah memastikan informasi dapat mengalir secara bebas sehingga kolaborasi ilmiah dan pengembangan pengetahuan tidak terhambat oleh batasan akses atau monopoli teknologi.

Semangat keterbukaan tersebut menegaskan bahwa web pada awalnya bukanlah proyek komersial. Justru, ia dimaksudkan sebagai sarana demokratisasi informasi global, tempat siapa pun dapat membaca, menulis, dan berbagi data. Karena itu, banyak pihak memandang WWW sebagai tonggak penting dalam gerakan akses pengetahuan yang terbuka (open knowledge) dan akses publik terhadap ilmu pengetahuan (open access). Nilai-nilai ini kemudian menginspirasi berbagai inisiatif yang menentang praktik komersialisasi berlebihan dalam publikasi ilmiah.

Daftar Dosen dan Tendik UIN Salatiga

  SUMBER: Homepage - UIN SALATIGA

No Nama Dosen Pangkat Gol Jabatan Fungsional Keterangan

1 Prof. Dr. Mansur, M.Ag. Pembina Utama IV/e Guru Besar PNS

2 Prof. Dr. Zakiyuddin, M.Ag. Pembina Utama IV/e Guru Besar PNS

3 Prof. Dr. Muh. Saerozi, M.Ag. Pembina Utama IV/e Guru Besar PNS

4 Prof. Dr. Winarno, S.Si., M.Pd. Pembina Utama IV/e Guru Besar PNS

5 Prof. Dr. Imam Sutomo, M.Ag. Pembina Utama IV/e Guru Besar PNS

6 Prof. Dr. Sa`adi, M. Ag. Pembina Utama Madya IV/d Guru Besar PNS

10 Sahabat Nabi yang Dijamin Masuk Surga & Kelebihan Mereka

 Berikut penjelasan lengkap, ringkas, dan akurat tentang 10 sahabat Nabi Muhammad ﷺ yang dijamin masuk surga (al-‘Asharah al-Mubashsharūna bil-Jannah) beserta kelebihan dan keutamaan masing-masing hingga mereka mendapat kabar gembira masuk surga.

Riwayat paling terkenal terdapat dalam Hadis At-Tirmidzi no. 3747.


🌟 10 Sahabat Nabi yang Dijamin Masuk Surga & Kelebihan Mereka

1. Abu Bakar Ash-Shiddiq (عبد الله بن أبي قحافة)

Kelebihan:

  • Gelar Ash-Shiddiq karena membenarkan Nabi tanpa ragu, terutama saat Isra’ Mi‘raj.

  • Orang pertama yang masuk Islam dari kalangan laki-laki dewasa.

  • Sahabat paling dicintai Nabi (HR. Tirmidzi).

  • Menemani Nabi dalam hijrah—satu-satunya yang disebut dalam Al-Qur’an (At-Taubah:40).

  • Pengorbanan harta paling banyak untuk Islam.

  • Menjadi khalifah pertama, menumpas murtad, menjaga keutuhan Islam.


2. Umar bin Al-Khattab (عمر بن الخطاب)

What is cyberpragmatics?

 


Cyberpragmatics is a branch of pragmatics that studies how people create, interpret, and negotiate meaning in internet‑mediated communication, using a cognitive and relevance‑theoretic lens. It offers a powerful framework for understanding how politeness and impoliteness are shaped by the technological features, norms, and affordances of online interaction.library.oapen+3

What is cyberpragmatics?

Cyberpragmatics, coined by Francisco Yus, analyzes interactions in online environments such as social media, chats, email, blogs, virtual worlds, and other platforms where communication is mediated by digital technology. It focuses on how users infer speaker meaning under conditions of reduced non‑verbal cues, asynchronous timing, multimodal resources, and interface constraints, drawing heavily on cognitive pragmatics and relevance theory.personal.ua+3

From this perspective, online communication is seen as underdetermined: what is typed or posted only partially encodes the intended meaning, so users rely on contextual assumptions, platform conventions (e.g., likes, emojis, hashtags), and shared background knowledge to reach intended interpretations. Cyberpragmatics also stresses that different platforms (e.g., Instagram comments, WhatsApp chats, LMS forums) provide different amounts and types of contextual information, which affects how easily politeness or impoliteness is recognized and evaluated.academia+2

Core principles relevant to (im)politeness

Several core ideas of cyberpragmatics are directly linked to politeness and impoliteness in social interaction: