Asbāb ẓāhir dan Sunnatullah

 

1. Asbāb ẓāhir (sebab-sebab lahiriah) dalam Islam

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia menghadapi hukum sebab-akibat. Misalnya, orang lapar harus makan agar kenyang, orang sakit minum obat agar sembuh, petani menanam agar panen. Semua itu disebut asbāb ẓāhir (sebab-sebab yang dapat diindera).

Islam membolehkan bahkan menganjurkan menggunakan asbāb ẓāhir, selama tidak bertentangan dengan syariat. Namun, seorang Muslim meyakini bahwa hasil akhirnya tetap berada dalam kuasa Allah, bukan semata-mata karena sebab itu sendiri.

🔹 Contoh:

  • Nabi ﷺ pernah bersabda: “Berobatlah, wahai hamba Allah, karena Allah tidak menurunkan penyakit kecuali menurunkan pula obatnya.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi).

  • Saat hijrah, Nabi ﷺ tetap bersembunyi di gua Tsur dan membuat strategi, walau beliau yakin Allah-lah yang menjaga keselamatan.

👉 Jadi, hukum menggunakan sebab-sebab lahiriah mubah bahkan bisa wajib (misalnya makan untuk menjaga hidup, belajar untuk mencari ilmu), dengan syarat hati tetap bergantung pada Allah.

Penguatan Moderasi Beragama dan Toleransi Melalui ‘Quotes’ di Kampung Mrican, Gendongan, Tingkir, Salatiga

 Penguatan Moderasi Beragama dan Toleransi Melalui ‘Quotes’ di Kampung Mrican, Gendongan, Tingkir, Salatiga

Faizal Risdianto, Imam Mas Arum

Abstract

Tujuan pengabdian masyarakat ini ialah penguatan moderasi beragama dna toleransi melalui “Quotes” di kampung Mrican, Gendongan, Tingkir, Kota Salatiga. Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) ini menggunakan model Penelitian Tindakan Partisipatif (PAR) yang menyajikan nilai-nilai moderasi (wasathiyyah) dalam agama Islam sebagai upaya menghadapi keberagaman dalam konteks kehidupan kebangsaan dalam lingkup mikro di sebuah kampung di Kota Salatiga. Dalam Pengabdian Masyarakat berjudul “Penguatan Moderasi Beragama dan Toleransi Melalui ‘Quotes’ di Kampung Mrican, Gendongan, Tingkir, Salatiga ini telah dihasilkan dua poin simpulan: Pertama, Pengabdian Masyarakat “Penguatan Moderasi Beragama dan Toleransi Melalui ‘Quotes’ di Kampung Mrican, Salatiga telah melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat dan anggota karang taruna. Kerjasama telah terlaksana dengan sangat baik dan tidak ada Kendala yang berarti. Kedua, hasil atau dampak positif dari kegiatan pengabdian masyarakat ini dapat dilihat dari hasil kuesioner yang secara umum ditemukan data sebagai berikut: 100 persen warga RW Mrican menyatakan setuju dengan konsep Moderasi dan Toleransi Beragama dan 97,7 % warga RW Mrican mengharapkan moderasi dan toleransi Beragama terus bertumbuh di lingkungan RW Mrican. 95,3 % warga RW Mrican menyatakan setuju dengan adanya literasi Quotes akan membantu banyak orang untuk memiliki kesadaran dalam moderasi dan toleransi beragama.

This community service strengthens religious moderation and tolerance by utilizing “Quotes” in Mrican village, Gendongan, Tingkir, Salatiga City. This community service used the Participatory Action Research (PAR) model, which presents the values of moderation (wasathiyyah) in Islam as an effort to face diversity in the context of national life in a scope of a village in Salatiga City. In the devotional research entitled “Strengthening Religious Moderation and Tolerance Through 'Quotes' in Mrican Village, Gendongan, Tingkir, Salatiga, two conclusions have been drawn: First, the devotional research “Strengthening Religious Moderation and Tolerance through 'Quotes' in Mrican Village, Salatiga has involving religious leaders, community leaders and members of the youth organization. Cooperation has been carried out very well, and there are no significant obstacles. Second, the positive results or impacts of this community service activity can be seen from the results of the questionnaire, which generally found the following data: 100 % of RW Mrican residents agreed with the concept of Moderation and Religious Tolerance, and 97.7% of RW Mrican residents expected religious moderation and tolerance continues to grow in the Mrican RW environment. 95.3% of RW Mrican residents agree that the literacy of Quotes will help many people be aware of religious moderation and tolerance.

SOURCE:Penguatan Moderasi Beragama dan Toleransi Melalui ‘Quotes’ di Kampung Mrican, Gendongan, Tingkir, Salatiga | Risdianto | Bubungan Tinggi: Jurnal Pengabdian Masyarakat

 

PegiatJurnal.com: LIST JURNAL PENGABDIAN MASYARAKAT SINTA 3-5

PegiatJurnal.com: LIST JURNAL PENGABDIAN MASYARAKAT SINTA 3-5:  LIST JURNAL PENGABDIAN MASYARAKAT SINTA 3-5 SINTA 3 AMAL ILMIAH https://amalilmiah.uho.ac.id/index.php/journal JMM (Jurnal Masyarakat Mandi...

Download Kitab Amtsilah Tasrifiyah

 


The Origin of Language – Classic Theories

 


1. Ding-Dong Theory

  • Core Idea: Language arose because certain sounds were naturally connected to the essence of objects, actions, or feelings.

  • Proponent: Max Müller (19th-century philologist).

  • Examples:

    • The word clang resembles the metallic ringing sound.

    • Boom mirrors thunder or an explosion.

    • Cuckoo named after the bird because its call resembles its name.

    • In some languages, the sound /a/ is linked with openness (as in “ah”), while /i/ may suggest smallness or sharpness (as in “tiny”).

  • Strengths: Explains sound symbolism (like gl- in English words “glow, glitter, gleam” suggesting light).

  • Weaknesses:

    • Cannot explain abstract words (justice, love, freedom).

    • Relies heavily on intuition rather than scientific proof.

    • Sound-meaning links vary across cultures and languages.


2. Yo-He-Ho Theory

  • Core Idea: Language developed from communal labor chants where rhythm and vocalization helped coordinate group effort.

  • Context: Early humans working together in farming, hunting, or building may have synchronized movement with sounds.