Akar Masalah: Mengapa Hasil Penelitian Tidak Relate dan Tidak Digunakan

 

1. Akar Masalah: Mengapa Hasil Penelitian Tidak Relate dan Tidak Digunakan

a. Budaya Akademik yang Berorientasi pada “Kewajiban”, Bukan Kebutuhan

Banyak penelitian dilakukan hanya untuk memenuhi syarat administratif (skripsi, tesis, jurnal akreditasi, kenaikan pangkat, dsb), bukan karena ada kebutuhan nyata dari sekolah atau industri pendidikan.
๐Ÿ‘‰ Akibatnya, topik penelitian sering dipilih asal-asalan dan tidak berdasarkan real problem di lapangan.


b. Permasalahan yang “Diada-adakan” agar Terlihat Ilmiah

Dosen dan mahasiswa sering membuat “masalah buatan” agar penelitian terdengar ilmiah, padahal di lapangan guru dan siswa tidak pernah menganggap itu masalah.
๐Ÿ‘‰ Misalnya, menguji efektivitas metode baru padahal metode lama sudah berjalan baik dan sesuai konteks siswa.


c. Tidak Ada Kolaborasi dengan Praktisi Sekolah dan Dunia Industri

Penelitian jarang melibatkan:

  • guru di sekolah (praktisi lapangan),

  • lembaga kursus,

  • perusahaan edtech,

  • atau penerbit buku bahasa Inggris.
    Akibatnya hasil penelitian hanya berhenti di laporan dan tidak diimplementasikan.


d. Metodologi yang Artifisial dan Tidak Kontekstual

Peneliti sering memaksakan desain eksperimen di situasi yang tidak realistis.
Contohnya: “Pre-test dan post-test dalam dua minggu” untuk menilai peningkatan speaking skill, padahal kemampuan berbicara butuh waktu lama untuk berkembang.


e. Minimnya Kajian Kebutuhan (Needs Analysis)

Padahal ESP (English for Specific Purposes) dan curriculum design sangat menekankan analisis kebutuhan.
Namun banyak penelitian tidak melakukan needs analysis, sehingga produk atau rekomendasinya tidak berguna.


๐ŸŽ“ 2. Contoh Penelitian ELT yang Artifisial atau Tidak Relevan

๐Ÿงช Contoh 1:

Judul: “The Effectiveness of Using Song Lyrics in Teaching Simple Past Tense for Tenth Grade Students”

Masalahnya:

  • Dianggap seolah-olah siswa tidak bisa past tense karena guru tidak pakai lagu.

  • Padahal kesulitan siswa bisa berasal dari hal lain: kurangnya paparan bahasa, motivasi rendah, atau pembelajaran terlalu berbasis ujian.

  • Penelitian ini hanya “memaksakan media” agar terlihat baru.
    Hasilnya: siswa naik 2 poin di post-test, tapi tidak pernah diterapkan guru karena tidak relevan dengan kurikulum.


๐Ÿงช Contoh 2:

Judul: “Improving Students’ Speaking Skill through Role Play at SMP X”

Masalahnya:

  • Hampir semua penelitian serupa menghasilkan temuan: “Students become more active and confident.”

  • Tidak ada long-term evaluation; setelah penelitian selesai, siswa kembali pasif.

  • Tidak menjawab akar masalah seperti beban kurikulum, ukuran kelas, atau kemampuan guru.


๐Ÿงช Contoh 3:

Judul: “The Use of Edmodo to Enhance Students’ Writing Skill”

Masalahnya:

  • Edmodo sudah jarang digunakan di sekolah Indonesia, tapi penelitian tetap dilakukan karena “unik dan modern”.

  • Tidak ada infrastruktur internet memadai di sekolah target.

  • Akhirnya penelitian hanya dilakukan di laboratorium komputer dengan koneksi terbatas, lalu ditulis seolah hasilnya signifikan.


๐Ÿงช Contoh 4:

Judul: “The Effectiveness of Using Mind Mapping Technique in Teaching Reading Comprehension”

Masalahnya:

  • Mind mapping bukanlah hal baru, dan tidak semua teks cocok dipetakan.

  • Guru lebih butuh strategi membaca kritis atau berpikir tingkat tinggi (critical reading), tapi penelitian berhenti di hal mekanis: “nilai siswa naik dari 65 ke 80.”


๐Ÿงญ 3. Dampak dari Penelitian yang Tidak Relevan

  1. Guru tidak tertarik membaca hasil penelitian.
    Karena tidak menjawab masalah nyata di kelas.

  2. Industri pendidikan tidak mengambil manfaat.
    Tidak ada produk nyata (misal aplikasi, modul, kurikulum adaptif, atau model pelatihan guru).

  3. Akademisi sibuk mengejar publikasi, bukan solusi.
    Terjadi kesenjangan antara teori dan praktik (research-practice gap).


๐Ÿ’ก 4. Bagaimana Seharusnya?

PrinsipPraktik Ideal
Mulai dari real problemAmati kesulitan guru, siswa, atau kebijakan di sekolah.
Libatkan stakeholderKolaborasi dengan guru, kepala sekolah, atau lembaga kursus.
Gunakan needs analysisPahami konteks dan kebutuhan lokal.
Fokus pada keberlanjutanPastikan inovasi bisa terus diterapkan setelah penelitian.
Hasilkan produk nyataMisalnya modul, aplikasi, atau model pembelajaran yang bisa direplikasi.

๐Ÿงฉ 5. Kesimpulan

Banyak penelitian ELT di Indonesia bersifat artifisial, simulatif, dan tidak kontekstual karena:

  • dilakukan demi formalitas akademik,

  • mengada-adakan masalah agar terlihat ilmiah,

  • tidak berbasis kebutuhan nyata di lapangan.

Padahal, jika riset diarahkan untuk menjawab masalah autentik di sekolah — seperti rendahnya literasi, keterbatasan fasilitas, atau pelatihan guru yang minim — hasilnya akan lebih bermakna dan aplikatif, serta berpeluang digunakan oleh industri pendidikan dan kebijakan nasional.

No comments:

Post a Comment

Thanks for your comment...I am looking forward your next visit..