Mengubah Mental Pegawai dengan Khuruj

Adzan shalat Dhuhur berkumandang dari masjid di kantor Walikota Palopo, Sulawesi Selatan, siang itu. Hampir seluruh pegawai bergegas menuju masjid untuk menunaikan shalat. Sebagian pegawai pria lengkap dengan kopiahnya, sementara pegawai wanita lengkap dengan busana Muslimah.
Situasi di atas adalah pemandangan sehari-hari di kantor tersebut. Shalat berjamaah diharuskan bagi seluruh pegawai Muslim. Tak hanya itu, di kantor ini juga diwajibkan berjilbab bagi Muslimah, bisa mengaji, serta khuruj (keluar wilayah untuk berdakwah dengan waktu yang telah ditentukan). Semua itu tertuang dalam surat edaran Walikota Palopo dengan nomor 450/160/Kesra/IV/2009, perihal Peningkatan Shalat Berjamaah dan Kerjasama Dakwah dengan Jamaah Tabligh.

Tapi jangan salah, semua ini bukan paksaan. Semuanya berjalan dengan kesadaran setelah para pegawai mengikuti pesantren kilat yang diberi nama Bimbingan dan Latihan Mental Spiritual. Hasil kerjasama Pemda Palopo dan Jamaah Tabligh (JT).

Cooperation and implicature

Cooperation and implicature
In our daily life, speakers and listeners involved in conversation are generally cooperating with each other. In other words, when people are talking with each other, they must try to converse smoothly and successfully. In accepting speakers’ presuppositions, listeners have to assume that a speaker is not trying to mislead them. This sense of cooperation is simply one in which people having a conversation are not normally assumed to be trying to confuse, trick, or withhold relevant information from one another.
However, in real communication, the intention of the speaker is often not the literal meaning of what he or she says. The real intention implied in the words is called conversational implicature.
Example:
[1]
A: Can you tell me the time?
B: Well, the milkman has come.
In this little conversation, A is asking B about the time, but B is not answering directly. That indicates that B may also not know the accurate time, but through saying “the milkman has come”, he is in fact giving a rough time. The answer B gives is related to the literal meaning of the words, but is not merely that. That is often the case in communication. The theory of conversational implicature is for the purpose of explaining how listeners infer the speakers’ intention through the words.

Making dakwah on the journey from calcutta to New Delhi

Written by : Pak Faizal Solo
Assalamualaikum wr.wb
berikut ini adalah satu cerita unik dalam perjalanan naik kereta api dari calcutta ke new delhi. saat itu saya dan beberapa teman berjumpa orang India asli yang muslim tapi alirannya Brelwi. apa seh "Brelwi"? "Brelwi" itu aliran yang meninggikan Nabi Muhammad SAW secara berlebihan. mereka menganggap Nabi Muhammad itu bukan manusia seperti kita tapi sudah merupakan "Nur" tersendiri. mereka juga senang berlama-lama di kuburan dengan berdoa memohon sesuatu. 
Nah, yang saya jumpai ini seorang supir yang senang ziarah kubur makam wali-wali yang bertebaran di lembah hindustan. dia rencana mau ke makam syaikh nizamuddin aulia dan ke makam ajmeer syarif. 
yang aneh dari orang ini ketika waktu sholat tiba dan kami ajak sholat dia menolak dengan halus.
begini rekaman percakapan yang berisi ajakan buat dia.

me: ap hadrat namaaz karo. tashrif namaaz (tuan yang mulia sholatlah, mari sholat)
the brelwi: I'm a driver.
me: it's ok that you're driver but you're moslem.I suggest you  to perform sholat right now.
the brelwi: I'm a driver and I just perform sholat at jum'ah.
me: ap hadrat, namaaz dzoruri hai . (tuan yang mulia, sholat itu penting/wajib).
the brelwi: :)