English for Specific Purposes?

What is English for Specific Purposes?
English for Specific Purposes (ESP) is more than simply teaching a subject in English to students whose L1 is not English. ESP includes teaching the cultural aspects of that course and how those aspects affect the language and how it is used. There are an infinite number of areas that are under the umbrella of ESP. One could teach English for Business Purposes, English for Medical Pruposes, English for Academic Purposes, English for Tourism/Hospitality Purposes to name a few. Anything you could possibly teach could be considered for an ESP class.

My introduction to ESP came as a Business English teacher. My background includes a BBA in Marketing and Management, working for Toyota Motor Manufacturing and a Honda dealership as well as interning in the international department of Long John Silvers Seafood Restaurants. I tried to teach my students about business but I ended up spending so much time on the vocabulary that I ended up scaling back my original course goals to the point that they were unrecognizable.

ESP requires that a synergy exists between the teaching of English and the new material. In addition, Western rules of etiquette must be factor into the curiculum. Teaching a hospitality student why to ask "Would you like..?" instead of "Do you want..?" is critical. Teaching a business students proper and improper ways to shake hands also might be included in an English for Business Purposes course.

It is the web designer's hope that anything pertaining to useful examples of a topic that will benefit students' advancement in an area will be included on this site. Any and all suggestions and comments will be considered. This site should always be growing and changing as times and people change.

Bahaya Merokok



Rokok merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi kita. Merokok sudah menjadi kebiasaan yang sangat umum dan meluas di masyarakat. Bahaya merokok terhadap kesehatan tubuh telah diteliti dan dibuktikan banyak orang. Efek-efek yang merugikan akibat merokok pun sudah diketahui dengan jelas. Banyak penelitian membuktikan kebiasaan merokok meningkatkan risiko timbulnya berbagai penyakit seperti penyakit jantung dan gangguan pembuluh darah, kanker paru-paru, kanker rongga mulut, kanker laring, kanker osefagus, bronkhitis, tekanan darah tinggi, impotensi serta gangguan kehamilan dan cacat pada janian.

Pasioen-pasien perokok juga berisiko tinggi mengalami komplikasi atau sukarnya penyembuhan luka setelah pembedahan termasuk bedah plastik dan rekonstruksi, operasi plastik pembentukan payudara dan operai yang menyangkut anggota tubuh, bagian bawah.

Pada kenyataannya kebiasaan merokok ini sulit dihilangkan dan jarang diakui orang sebagai suatu kebiasaan buruk. Apalagi orang yang merokok untuk mengalihkan diri dari stress dan tekanan emosi, lebih sulit melepaskan diri dari kebiasaan ini dibandingkan perokok yang tidak memiliki latar belakang depresi.

Penelitian terbaru juga menunjukkan adanya bahaya dari seconhandsmoke yaitu asap rokok yang terhirup oleh orang-orang bukan perokok karena berada di sekitar perokok atau bisa disebut juga dengan perokok pasif. Rokok tidak dapat dipisahkan dari bahan baku pembuatannya yakni tembakau. Di Indonesia tembakau ditambah cengkih dan bahan-bahan lain dicampur untuk dibuat rokok kretek. Selain kretek tembakau juga dapat digunakan sebagai rokok linting, rokok putih, cerutu, rokok pipa dan tambakau tanpa asap (tembakau kunyah).

Sebetulnya apa saja yang terkandung dalam asap sebatang rokok yang dihisap ? Tidak kurang dari 4000 zat kimia beracun. Zat kimia yang dikeluarkan ini terdiri dari komponen gas (85 persen) dan partikel. Nikotin, gas karbonmonoksida, nitrogen oksida, hidrogen sianida, amoniak, akrolein, asetilen, benzaldehid, urethan, benzen, methanol, kumarin, 4-etilkatekol, ortokresol dan perylene adalah sebagian dari beribu-ribu zat di dalam rokok.

Komponen gas asap rokok adalah karbonmonoksida, amoniak, asam hidrosianat, nitrogen oksida dan formaldehid. Partikelnya berupa tar, indol, nikotin, karbarzol dan kresol. Zat-zat ini beracun, mengiritasi dan menimbulkan kanker (karsinogen). Sebetulnya apa sih zat-zat tersebut dan bagaimana mereka membahayakan tubuh ?

(1) Nikotin. Zat yang paling sering dibicarakan dan diteliti orang, meracuni saraf tubuh, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan penyempitan pembuluh darah tepi dan menyebabkan ketagihan dan ketergantungan pada pemakainya. Kadar nikotin 4-6 mg yang diisap oleh orang dewasa setiap hari sudah bisa membuat seseorang ketagihan.

(2) Timah hitam (Pb) yang dihasilkan sebatang rokok sebanyak 0,5 ug. Sebungkung rokok (isi 20 batang) yang habis diisap dalam satu hari menghasilkan 10 ug. Sementara ambang batas timah hitam yang masuk ke dalam tubuh adalah 20 ug per hari. Bisa dibayakangkan bila seorang perkok berat menghisap rata-rata 2 bungkus rokok per hari, berapa banyak zat berbahaya ini masuk ke dalam tubuh. (3) Gas karbonmonoksida (CO) memiliki kecenderungan yang kuat untuk berikatan dengan hemoglobin dalam sel-sel darah merah. Seharusnya hemoglobin ini berikatan dengan oksigen yang sangat penting untuk pernasapan sel-sel tubuh, tapi karena gas CO lebih kuat daripada oksigen maka gas CO ini merebut tempatnya "di sisi" hemoglobin. Jadilah hemoglobin bergandengan dengan gas CO. Kadar gas CO dalam darah bukan perokok kurang dari 1 persen. Sementara dalam darah perokok mencapai 4-15 persen. (4) Tar adalah kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam komponen padat asap rokok dan bersifat karsinogen. Pada saat rokok dihisap, tar masuk ke dalam rongga mulut sebagai uap padat. Setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru-paru. Pengedapan ini bervariasi antara 3-40 mg per batang rokok, sementara kadar tar dalam rokok berkisar 24-45 mg.

----Antibodi Menurun
Rongga mulut sangat mudah terpapar efek yang merugikan akibat merokok. Tejadinya perubahan dalam rongga mulut sangat masuk diakal karena mulut merupakan awal terjadinya penyerapan zat-zat hasil pembakaran rokok. Temperatur rokok pada bibir adalah 30 derajat C, sedangkan ujung rokok yang terbakar bersuhu 900 derajat C.

Asap panas yang berhembus terus menerus ke dalam rongga mulut merupakan rangsangan panas yang menyebabkan perubahan aliran darah dan mengurangi pengeluaran ludan. Akibatnya rongga mulut menjadi kering dan lebih an-aerob (suasana bebas zar asam) sehingga memberikan lingkungan yang sesuai untuk tumbuhnya bakteri an-aerob dalam plak. Dengan sendirinya perokok berisiko lebih besar terinfeksi bakteri penyebab penyakit jaringan pendukung gigi dibandingkan mereka yang perokok.

Pengaruh asap rokok secara langsung adalah iritasi terhadap gusi dan secara tidak langsung melalui produk-produk rokok seperti nikotin yang sudah masuk melalui aliran darah dan ludah, jaringan pendukung gigi yang sehat seperti gusi, selaput gigi, semen gigi dan tulang tempat tertanamnya gigi menjadi rusak karena terganggunya fungsi normal mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi dan dapat merangsang tubuh untuk menghancurkan jaringan sehat di sekitarnya.

Pada perokok terdapat penurunan zat kekebalan tubuh (antibodi) yang terdapat di dalam ludah yang berguna untuk menetralisir bakteri dalam rongga mulut dan terjadi gangguan fungsi sel-sel pertahanan tubuh. Sel pertahanan tubuh tidak dapat mendekati dan memakan bakteri-bakteri penyerang tubuh sehinggal sel pertahanan tubuh tidak peka lagi terhadap perubahan di sekitarnya juga terhadap infeksi.

Gusi seorang perokok juga cenderung mengalami penebalan lapisan tanduk. Daerah yang mengalami penebalan ini terlihat lebih kasar dibandingkan jaringan di sekitarnya dan berkurang kekenyalannya. Penyempitan pembuluh darah yang disebabkan nikotin mengakibatkan berkurangnya aliran darah di gusi sehingga meningkatkan kecenderungan timbulnya penyakit gusi.

Tar dalam asap rokok juga memperbesar peluang terjadinya radang gusi, yaitu penyakit gusi yang paling sering tejadi yang disebabkan oleh plak bakteri dan faktor lain yang dapat menyebabkan bertumpuknya plak di sekitar gusi. Tar dapat diendapkan pada permukaan gigi dan akar gigi sehingga permukaan ini menjadi kasar dan mempermudah perlekatan plak. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan plak dan karang gigi lebih banyak terbentuk pada rongga mulut perokok dibandingkan bukan perokok. Penyakit jaringan pendukung gigi yang parah, kerusakan tulang penyokong gigi dan tanggalnya gigi lebih banyak terjadi pada perokok daripada bukan perkok. Pada perawatan penyakit jaringan pendukung gigi pasien perokok memerlukan perawatan yang lebih luas dan lebih lanjut. Padahal pada pasien bukan perokok dan pada keadaan yang sama cukup hanya dilakukan perawatan standar seperti pembersihan plak dan karang gigi.

Keparahan penyakit yang timbul dari tingkat sedang hingga lanjut berhubungan langsung dengan banyaknya rokok yang diisap setiap hari berapa lama atau berapa tahun seseorang menjadi perokok dan status merokok itu sendiri, apakah masih merokok hingga sekarang atau sudah berhenti.

Nikotin berperan dalam memulai terjadinya penyakit jaringan pendukung gigi karena nikotin dapat diserap oleh jaringan lunak rongga mulut termasuk gusi melalui aliran darah dan perlekatan gusi pada permukaan gigi dan akar. Nikotin dapat ditemukan pada permukaan akar gigi dan hasil metabolitnya yakni kontinin dapat ditemukan pada cairan gusi.

Perlekatan jaringan ikat dan serat-serat kolagen terhambat, sehingga proses penyembuhan dan regenerasi jaringan setelah perawatan terganggu.

Tembakau kunyah sering disebut juga tembakau tanpa asap, tampaknya juga telah menjadi tren dan produknya banyak dimanfaatkan oleh kalangan muda, atletik dan wanita usia lanjut di Amerika. Di Indonesia mengunyah tembakau telah menjadi kebiasan sejak dulu. Walaupun tanpa asap kebiasaan mengunyah tembakau ini diduga sebagai penyebab terjadinya 'bercak putih' (leukoplakia) dan terjadinya kanker rongga mulut. Kelainan biasanya terjadi di daerah pipi, tempat tembakau tanpa asap ini biasa disisipkan. * drg Amalia (sh)
1

What is Psycholinguistics?

What is Psycholinguistics?
The Domain of Psycholinguistics Inquiry
Psycholinguistics atau the psychology of language merupakan sebuah ilmu pengetahuan yang membahas tentang proses-proses pemerolehan dan penggunaan bahasa ditinjau dari segi psikologi (Nan Bernstein Ratner, dkk. 1998). Pada umumnya, psycholinguistics mempelajari tiga hal utama (Clark & Clark, 1977; Tanenhaus, 1989):
1. Comprehension: How people understand spoken and written language.
2. Speech Production: How people produce language.
3. Acquisition: How people learn language.
Sementara itu, dalam Wikipedia, Psycholinguistics didefinisikan sebagai sebuah ilmu pengetahuan yang mempelajari faktor-faktor psikologi dan neurobiologi yang memungkinkan manusia untuk memperoleh, menggunakan dan memahami bahasa.

Language

What is Language?
Dalam bukunya yang berjudul Introduction to Linguistics, Ronald Wardhaugh mendefinisikan bahasa sebagai “a system of arbitrary vocal symbols used for human communication”.

Perbedaan antara Bahasa Manusia dengan “komunikasi hewan”
Ada beberapa hal yang membedakan antara bahasa (language) dengan tindakan-tindakan penyampaian pesan lainnya, seperti: tangisan bayi, gonggongan anjing, dan tarian lebah atau yang biasa dikenal dengan “waggle dance”. Terdapat beberapa pendapat mengenai perbedaan-perbedaan ini. Yang pertama adalah yang disampaikan oleh Nan Bernstein Ratner dkk. Menurutnya ada beberapa karakteristik khusus yang hanya terdapat pada bahasa manusia. Karakteristik tersebut antara lain:
1. Bahasa manusia memiliki hierarchical structure. Pesan (dalam bahasa manusia) dapat dibagi kedalam unit-unit analisis yang lebih kecil.
2. Bahasa manusia memiliki sifat infinite creativity. Pengguna bahasa dapat meenghasilkan dan memahami kalimat-kalimat dalam bahasa mereka tanpa terbatas. Hal ini sangat berbeda dengan hewan yang hanya dapat menghasilkan bahasa secara terbatas.
3. Bahasa manusia dapat mengungkapkan pengalaman pengguna bahasanya meskipun pengalaman tersebut bersifat abstrak. Hal ini tidak terdapat dalam bahasa hewan. Mereka hanya dapat mengungkapkan hal-hal yang terdapat di depan mereka. Jika bendanya tidak ada, maka mereka (hewan) tidak dapat menyampaikan pesan yang sama.
4. Bahasa merupakan sebuah rule-governed system of behavior. Dalam tangisan bayi atau gonggongan anjing tidak ada salah dan benar. Anjing dapat menggonggong semau mereka. Namun, dalam bahasa manusia ada sistem-sistem tertentu yang membuat sebuah kata/kalimat dapat diterima atau ditolak. Sistem ini menjadikan bahasa dapat dipelajari dan digunakan sevara konstan (Ronald Wardhaugh, hal. 3). Terdapat dua macam sistem dalam bahasa yaitu: sistem bunyi dan sistem arti (the system of sounds and the system of meanings).
5. Bahasa bersifat arbitrary. Bahasa Inggris, seperti bahasa-bahasa lainnya, memiliki konvensi mengenai penempatan kata dalam kalimat. Aturan-aturan inilah yang bersifat arbitrary; tidak ada alasan yang riil mengapa bahasa Inggris membutuhkan konvensi-konvensi gramatikal tertentu. Sebagai contoh, dalam bahasa Inggris Noun Phrase harus mendahului Verb Phrase dan objek mengikuti Verb Phrase(biasanya disebut S-V-O word order), meski tidak semua kalimat dalam bahasa Inggris mengikuti kaidah ini. Selain dalam aturan penyusunan kata dalam kalimat, kearbitarian bahasa juga dapat dilihat dalam kata itu sendiri. Sebagai contoh, tidak ada alasan mengapa ‘sebuah pohon’ disebut ‘tree’ dalam bahasa Inggris, dan tentu saja hal ini juga berlaku untuk bahasa-bahasa lainnya.

Is Language Species-Specific?

Para peneliti di bidang kebahasaan telah lama meneliti komunikasi yang terjadi diantara para binatang untuk mencari tahu pebedaan antara bahasa manusia dengan bahasa bintang, atau dengan kata lain untuk mencari tahu karakteristik yang hanya terdapat dalam bahasa manusia. Meskipun lebah, burung, lumba-lumba, dan primata lain selain manusia dapat menyampaikan atau bertukar pesan dianara mereka, namun mereka sangat bergantung kepada konteks atau bergantung kepada rangsangan (stimulus dependent).

Language Diversity and Language Universal (Perbedaan dan ke-Universalan Bahasa)

Bahasa-bahasa yang terdapat di seluruh dunia memiliki beberapa perbedaan dan persamaan. Pada umumnya, perbedaan dalam bahasa dapat dilihat dengan jelas pada susunan/bentuknya: Sistem bunyi yang dimiliki masing-masing bahasa berbeda, aturan pembentukan kata dalam kalimat dan lexical inventories, serta aturan penyusunan bagian-bagian kalimat.
Perbedaan besar yang terdapat dalam setiap bahasa inilah yang membuat beberapa ahli bahasa tertarik untuk mencari persamaan-persamaan dalam kebahasaan (linguistic universals) atau ciri-ciri yang tetap (constant features) yang mungkin memberi ciri bahasa-bahasa, penggunaannya, dan pemerolehannya. Teori yang mendukung ke-Universalan bahasa adalah teori Universal Grammar yang dikemukakan oleh Noam Chomsky.


The Acquisition of Language by Children

Language acquisition atau pemerolehan bahasa merupakan proses perkembangan kemampuan bahasa pada manusia. Begitu cepatnya pemerolehan bahasa pada anak telah membuat baik orang tua maupun para peneliti terpesona. Ada dua pendapat mengenai pemerolehan bahasa pada anak. Pertama, beberapa ahli bahasa (biasanya disebut kaum nativist) menganggap bahwa bahasa pada dasarnya bersifat innate (bawaan), bahwa anak-anak dilahirkan dengan sebuah bakat spesial, unik, yang memungkinkan manusia untuk dapat memahami/menguasai tata bahasa sebuah bahasa tanpa harus mendapatkan pengajaran. Yang kedua, biasanya disebut kaum behaviorist, berpendapat bahwa para orang tua-lah yang mengajarkan bahasa kepada anak-anak mereka dengan cara menggunakan bahasa yang telah disederhanakan (saat berbicara dengan anak-anak mereka) dan dengan memberikan timbal-balik (feedback) saat anak-anak menggunakan bahasa secara tidak benar atau kurang tepat.
Noam chomsky, yang merupakan salah satu tokoh nativisme, membuat dua klaim berkenaan dengan kontroversi yang terjadi diantara para ahli berkenaan dengan pemerolehan bahasa pada anak.
1. Degeneracy Problem
Teori ini berpendapat bahwa anak-anak (children) mendengar bahasa dengan tidak sempurna, mereka mendengar bahasa yang mengandung banyak kalimat yang tidak sempurna serta tidak tersusun secara benar dari segi gramatika. Oleh karena itu, maka dasar-dasar bahasa pastilah bersifat innate karena lingkungan tidak menyediakan kecukupan bagi anak untuk mengembangkan bahasanya.
2. Negative Evidence Problem
Teori ini beranggapan bahwa anak-anak tidaklah mendapatkan pengetahuan tentang mengapa beberapa struktur diperbolehkan sementara struktur yang lain dilarang baik itu dari orang tua mereka maupun dari pengajaran kebahasaan (Brown & Hanlon, 1970).


Distinguishing Between Language and Speech

Perbedaan antara language dan speech dapat dipahami dengan melihat perbandingan antara program komputer dengan, misalnya, printer. Saat kita ingin untuk berkomunikasi, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengubah pesan kedalam kata-kata dan kalimat yang dapat menyampaikan maksud/pesan kita. Proses iniah yang disebut bahasa (language). Tahapan kedua adalah menerjemahkan bahasa kedalam sensor motorik yang mengatur articulator, selanjutnya menghasilkan speech. “Speech refers to the actual process of making sounds, using such organs and structures as the lungs, vocal cords, mouth, tongue, teeth, etc.”

REpERENsi-Nipun

Blumenthal, Arthur L. (1970). Language and Psychology; Historical Aspects of Psycholinguistics. USA: John Willey and Sons, inc.
Gleason, Jean Berko, and Nan Bernstein Ratner (ed). Psycholinguistics. (1998). United States of America: Harcourt Brace College Publishers.
http://en.wikipedia.org/wiki/Language
Jakobovits, Leon A, and Murray S. Miron. (1967). Reading in the Psychology of Language. USA: Prentice Hall, inc.
Tarigan, Henry Guntur. (1986). Psikolinguistik. Bandung: Penerbit Angkasa.
www.asha.org/public/speech/development/language_speech.