Timnas Indonesia kini belum memiliki staf kepelatihan baru setelah pemutusan kontrak Patrick Kluivert dan asistennya asal Belanda, usai kegagalan lolos ke Piala Dunia 2026. Keputusan itu mengakhiri masa kerja Kluivert yang baru berjalan sembilan bulan sejak menggantikan Shin Tae-yong, yang sebelumnya juga diberhentikan secara kontroversial di tengah perjalanan kualifikasi.
Media Vietnam, Znews.vn, menyoroti kondisi ini sebagai pola berulang di sepak bola Indonesia, di mana setiap kali gagal, semuanya dimulai lagi dari nol — memecat pelatih, membatalkan rencana lama, dan membangun yang baru. Akibatnya, tak ada pelatih yang punya waktu cukup untuk menanam filosofi dan membina pemain muda.
"Ketika Patrick Kluivert pergi, ia tidak hanya membawa rencana taktiknya, tetapi juga staf pelatih, rencana latihan, dan sistem pengembangan yang telah ia bangun.". "Setiap perubahan membuat Indonesia harus menunggu beberapa tahun lagi dan akhirnya terjebak di garis start," tambahnya.
Znews menambahkan bahwa kisah Timnas Indonesia seharusnya menjadi peringatan bagi negara-negara lain di Asia. "Kini, Indonesia kembali ke titik awal, mencari pelatih baru, menyusun rencana baru, dan kembali menjanjikan."
"Kisah mereka seharusnya menjadi peringatan bagi seluruh Asia, sepak bola bukanlah tempat untuk berspekulasi, melainkan tempat untuk kesabaran, kepercayaan, dan nilai-nilai abadi.". "Anda dapat membeli bahan-bahan terbaik, menyewa koki terbaik, tetapi jika setiap kegagalan berarti mengganti orang yang memegang panci, satu-satunya hal yang akan Anda dapatkan adalah kekacauan," tulis Znews.
Menurut Znews, perkembangan sepak bola membutuhkan kesinambungan antara tim nasional dan pembinaan usia muda. Namun, hubungan itu terus terputus di Indonesia karena keputusan jangka pendek dari federasi.